5 Request Orang Muda Demi Bumi Lebih Bersih
“Suara yang besar dimulai dari yang kecil. Suara aku yang kecil ini tetap dibutuhkan untuk menyuarakan yang lebih kecil lagi di belakangku. Ada suara warga kota yang aku bawa. Dengan kesadaran itu, aku jadi lebih semangat dan yakin bahwa umur bukan patokan untuk menyuarakan sesuatu. So, I just do it,” tegasnya.
Ginanjar menilai, partisipasi orang muda yang bermakna berarti mempertimbangkan suara orang muda, dimulai dari penyusunan rencana, konsultasi, hingga evaluasi. Ia memaparkan, data survei menunjukkan bahwa partisipasi orang muda masih sebatas simbolis. Orang muda hanya menjadi penonton.
“Yang berbicara di panggung masih tetap generasi sebelumnya. Orang muda tidak mendapatkan porsi apa-apa, selain materi untuk post di media sosial. Memang ada perwakilan yang menjadi duta ini atau itu, tapi suaranya tetap tidak didengarkan,” katanya.
Terkait hal tersebut, Gispa menyoroti, keterlibatan orang muda memang harus benar-benar diupayakan. Tidak boleh lagi orang muda sekadar menunggu untuk dilibatkan.
“Kita harus mau jemput bola melibatkan diri dalam kegiatan berbau iklim. Sebab, kenyataannya, keterlibatan orang muda selama ini hanya sebentuk tokenism, hanya datang, duduk, dan lihat. Tidak mendapatkan yang lebih.”
Tolong ciptakan kebijakan berkeadilan iklim
Kebijakan yang berkeadilan iklim berarti suatu aturan atau langkah yang diambil untuk menghadapi krisis iklim dibuat dengan adil bagi semua pihak. Jadi, bukan hanya fokus pada masalah lingkungan saja, melainkan juga memikirkan dampaknya terhadap masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan.
Ginanjar mencontohkan, pemerintah mulai menjalankan aksi mitigasi untuk menangani krisis iklim. Sayangnya, banyak proses yang hanya mementingkan penurunan emisi. Padahal, itu belum cukup. Keadilan harus ada di dalam setiap proses mitigasi tersebut.
“Ada sejumlah kelompok yang lebih terdampak oleh krisis iklim, sehingga mereka perlu dilibatkan dalam berbagai aksi mitigasi. Misalnya, kelompok disabilitas yang belum mempunyai infrastruktur yang akomodatif untuk evakuasi bencana. Ada pula kelompok nelayan yang terdampak oleh kenaikan permukaan air laut,” kata Ginanjar.
Gispa menekankan, jika RUU Keadilan Iklim dan RUU Masyarakat Adat disahkan, maka masyarakat Papua memiliki legalitas untuk menjaga tanah, laut, dan hutannya. “Pengesahan RUU akan sangat berarti, karena perjuangan keadilan iklim itu tidak bisa hanya bicara soal aksi dan aksi. Harus bicara juga soal kebijakan, karena kebijakan mempunyai daya ikat lebih kuat daripada sekadar aksi.”