5 Request Orang Muda Demi Bumi Lebih Bersih
Jakarta, VIVA Bogor - Krisis iklim mengetuk pintu rumah semua orang. Peningkatan polusi tak terbendung, cuaca panas tak terhindarkan. Inilah kenapa orang muda di seluruh dunia meminta semua pihak bergerak cepat untuk menyelamatkan bumi.
“Kualitas bumi yang kita tinggali sekarang sudah berbeda dari yang ditinggali generasi orang tua kita. Kita hidup di bumi yang panasnya sudah naik lebih dari satu derajat Celcius. Dan, kita punya tanggung jawab untuk mencegah agar kenaikan itu tidak terulang, agar generasi berikutnya tidak menghirup udara yang kotor akibat pembangunan yang ekspansif dan eksploitatif,” kata Ginanjar Ariyasuta, Koordinator Climate Rangers (CR).
Mengingat pentingnya peran orang muda dalam mengatasi krisis iklim, CRI menggelar Local Conference of Children and Youth Indonesia 2025, bulan lalu 25 Agustus 2025, yang dihadiri oleh perwakilan orang muda dan anak dari seluruh Indonesia, termasuk Gispa Ferdinanda (Research Manager Sa Perempuan Papua) dan Lungli Rewardny Supit (Ketua Forum Anak Sulawesi Utara) yang menjadi delegasi termuda.
Lokakarya lokal tersebut menghasilkan National Children and Youth Statement 2025, sebuah deklarasi berisi permintaan kepada pemerintah untuk segera bergerak mengatasi krisis iklim. “Melalui deklarasi tersebut, orang muda Indonesia membawa mandat yang jelas untuk forum COP 30 di Brasil November mendatang, maupun kebijakan nasional,” kata Ginanjar.
Lalu, apa saja yang diminta oleh orang muda Indonesia?
Dengarkan suara kami, please…
Lungli boleh saja masih terbilang anak-anak, tapi suaranya lantang bergema. Siswa SMA berusia 16 ini bercerita, orang muda kerap diundang dalam proses pengambilan keputusan, misalnya dalam penyusunan RUU. Masalahnya, istilah Lungli, mereka hanya menjadi stiker di atas cat.
“Wajah kami terpampang jelas di dalam ruangan itu, namun suara kami tidak pernah didengar dan direalisasikan. Tanda tangan kami ada pada berkas, tapi suara dan cita-cita kami tidak pernah masuk di dalam berkas itu. Harapan kami ada di ruangan itu, tapi harapan itu tidak pernah menjadi nyata,” tuturnya.
Ia sebenarnya sempat minder, karena merasa masih minim pengalaman. Namun, ia menyadari, sekecil apa pun suara dan tindakan dia, tidak mengubah fakta bahwa tetap saja suaranya adalah suatu suara dan gerakan. Tidak dapat diabaikan begitu saja dan harus ikut dipertimbangkan.