Dibungkam Orde Baru: Inilah Deretan Buku Sejarah G30S PKI yang Tak Boleh Dibaca
- Wikimedia commons/Dalleas
2. Buku Karya John Roosa
John Roosa menulis Dalih Pembunuhan Massal: G30S PKI dan Kudeta Soeharto, sebuah buku yang dinilai sangat kontroversial. Dalam karyanya, ia menyajikan bukti dokumenter yang menunjukkan bahwa G30S PKI tidak sepenuhnya merupakan konspirasi PKI, melainkan juga melibatkan konflik internal di tubuh Angkatan Darat. Buku ini dilarang beredar karena narasinya bertentangan dengan versi resmi pemerintah Orde Baru, serta mengkritisi keterlibatan militer dalam kudeta dan pembantaian massal setelah peristiwa 1965.
3. Buku Karya T.H. Lim
Buku berjudul Dua Wajah Dipa Nusantara merupakan biografi D.N. Aidit, tokoh utama PKI. Buku karya T.H. Lim ini menggambarkan Aidit sebagai figur politik cerdas sekaligus kontroversial. Namun, pemerintah Orde Baru menganggap isi buku ini berpotensi menumbuhkan simpati terhadap Aidit dan ideologinya. Karena itulah, buku ini dilarang beredar di Indonesia.
4. Buku Karya John D Legge
Buku karya John D Legge satu ini berjudul Sukarno, Sebuah Biografi Politik, bercerita tentang karier politik Sukarno sebagai Presiden Pertama Indonesia. John D. Legge menggambarkan kompleksitas hubungan Sukarno, militer, dan PKI dalam pusaran politik kala itu. Orde Baru melarang buku ini karena isinya dianggap meruntuhkan citra resmi Sukarno yang dilindungi negara, sekaligus membuka kembali perdebatan politik yang sensitif.
5. Buku Karya Ribka Tjiptaning
Buku berjudul Aku Bangga Menjadi Anak PKI karya Ribka Tjiptaning menjadi buku yang dilarang Orde Baru. Ribka Trjiptaning merupakan politisi PDI-P sekaligus putri seorang anggota PKI, buku ini bercerita tentang pengalaman pribadi dan diskriminasi yang dialami keluarganya pasca 1965.
Karya ini kontroversial karena memberikan sudut pandang berbeda: kisah kemanusiaan dari mereka yang distigma sebagai musuh negara. Pemerintah melarangnya karena dianggap berpotensi menimbulkan polemik baru.
6. Buku Karya Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia
Buku ini lahir dari perlawanan mahasiswa UI terhadap rezim Orde Baru, berjudul Putih Perjuangan Mahasiswa 1978. Isinya menyoroti praktik otoritarianisme, pengekangan kebebasan berekspresi, serta penyalahgunaan kekuasaan pada masa itu. Pemerintah menganggap karya ini sebagai dokumen subversif, karena dapat mendorong gerakan perlawanan di kalangan generasi muda.