PKPU 731/2025 Dinilai Politis, Pengamat: Seolah Dibuat untuk Lindungi Wakil Presiden

Pengamat Politik Yusfitriadi
Sumber :
  • Istimewa

Bogor –Pengamat Politik dan Kebijakan Publik sekaligus Ketua Vinus IndonesiaYusfitriadi, menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 731 Tahun 2025 sarat muatan politis dan mengabaikan prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemilu. Aturan tersebut dinilai janggal karena membatasi akses terhadap 16 dokumen calon presiden dan wakil presiden.

“Bagaimana tidak politis, PKPU itu disahkan pada 21 Agustus 2025, jauh setelah Pemilu 2024 selesai digelar. Pertanyaannya, aturan ini sebenarnya untuk apa?” kata Yus dalam keterangannya.

Ia menyoroti waktu terbitnya PKPU yang berbarengan dengan maraknya isu dugaan ijazah wakil presiden yang dipersoalkan publik. Bahkan, muncul tudingan bahwa ijazah tersebut tidak memenuhi standar nasional, hingga ada yang menyebutnya palsu.

“Wajar saja jika publik menilai PKPU ini diterbitkan untuk melindungi wakil presiden yang sedang diterpa isu tersebut. Seharusnya aturan ini keluar sebelum penetapan pasangan calon pada Pemilu 2024, agar tidak memunculkan spekulasi macam-macam,” tegasnya.

Menurut Yus, langkah KPU ini bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pemilu yang profesional dan transparan. Dengan adanya pembatasan akses dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden, publik kesulitan untuk memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen tersebut.

“Apalagi di tengah ramainya isu dugaan ijazah wakil presiden, publik dan pegiat demokrasi tentu ingin memastikan kebenaran dokumen itu sebagai bagian dari kepastian hukum. Tapi justru aksesnya ditutup rapat lewat PKPU ini,” ujarnya.

Yus mengingatkan, jika tidak segera ada kepastian hukum terkait PKPU 731/2025, kondisi ini bisa memicu krisis legitimasi publik terhadap lembaga negara dan menimbulkan gejolak yang tidak diinginkan.

Karena itu, ia meminta KPU bersikap profesional dan terbuka kepada publik. DPR RI, khususnya Komisi II, juga diminta segera memanggil KPU untuk meminta penjelasan terkait indikasi ketidakprofesionalan tersebut.

“Komisi Informasi Publik pun harus segera memberi respon terkait posisi PKPU ini. Publik berhak mendapatkan keterbukaan agar persoalan ini terang benderang di mata masyarakat,” pungkasnya.