Pandangan Beberapa Ulama Soal Demonstrasi
- Freepik
Jika ada bantahan sebab penguasa berbuat zalim, maka balas dengan kezaliman atau kekerasan. Dalil dukungan dalam syubhat ini adalah firman Allah Ta’ala,
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
“Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu” (QS. Al Baqarah: 194).
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa” (QS. Asy Syura: 40). Syubhat ini, menurut Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani –ulama di masa silam dari negeri Yaman- bisa dibantah jika rakyat menyebut, dua ayat ini bersifat umum dan dikhususkan dengan dalil yang menyatakan tetap harus taat kepada penguasa meskipun ia fasik dan zalim.
Artinya, menurut Asy Syaukani, kaedah membalas kezaliman dengan kezaliman tidak berlaku untuk penguasa. Sebab, itu mengingat maslahat besar jika masih taat pada penguasa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“ Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?” Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka” (HR. Muslim no. 1847).
Melalui Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan hadits di atas,
فتبين أن الإمام الذي يطاع هو من كان له سلطان سواء كان عادلا أو ظالما
“Jelaslah dari hadits tersebut, penguasa yang wajib ditaati adalah yang memiliki sulthon (kekuasaan), baik penguasa tersebut adalah penguasa yang baik atau pun zholim”
Ada juga yang berpendapat bahwa cara mengajukan pendapat dengan penguasa itu adalah secara empat mata. Bukan di hadapan umum dan membongkar aib penguasa di depan khalayak umum dan media.
Dari ‘Iyadh, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ لَهُ
“Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati)” (HR. Ahmad 3: 403. Syaikh Syu’aib Al Arnauht mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).