Lurah Cibuluh Ungkap Penyebab Banjir Tak Kunjung Tuntas
- Istimewa
Bogor, VIVA Bogor –Wilayah Kelurahan Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, hingga kini masih termasuk dalam kategori rawan banjir lintasan. Padahal, program normalisasi sungai telah dilakukan secara rutin setiap tahun.
Namun, ancaman banjir tetap menghantui warga, terutama di kawasan padat permukiman. Lurah Cibuluh, Cucu Hanapi, mengatakan bahwa penyebab utama banjir disebabkan oleh berkurangnya lahan resapan air akibat pembangunan perumahan yang masif di kawasan hulu. Hal ini mengakibatkan debit air meningkat tajam setiap kali musim hujan datang.
“Selain pendangkalan sungai yang memperparah kondisi, sungai-sungai yang dulu dalam sekarang sudah mengecil dan dangkal sehingga air lebih mudah meluap ke permukiman warga. Intensitas banjir lintasan pun kini semakin sering terjadi,” ucap Cucu Hanapi, kepada VIVA Bogor, Ahad 12 Oktober 2025.
Ia menambahkan, jika sebelumnya banjir hanya muncul lima tahun sekali, kini kejadian tersebut bisa terjadi setiap tahun, bahkan beberapa kali dalam satu musim hujan. Pembangunan permukiman di bantaran sungai juga mempersempit ruang air untuk mengalir.
“Upaya normalisasi sungai sudah kami laksanakan bersama Dinas PUPR, tetapi kendalanya cukup besar karena akses yang sempit sehingga alat berat seperti backhoe tidak bisa masuk ke lokasi sungai,” tutur Lurah Cibuluh itu.
Dalam kondisi keterbatasan tersebut, pihak kelurahan mengandalkan kerja bakti bersama warga untuk membersihkan lingkungan dan memperbaiki drainase secara swadaya. Kegiatan ini dilakukan bersama RT, RW, dan lembaga kemasyarakatan setempat.
Selain menggandeng partisipasi warga, kelurahan juga terus berkoordinasi dengan dinas teknis seperti PUPR, Perumkim, dan BPBD. Koordinasi ini dilakukan karena kelurahan tidak memiliki anggaran besar untuk pembangunan infrastruktur pengendali banjir.
“Menurut catatan kami di kelurahan, kebutuhan pembangunan tembok penahan tanah (TPT) masih cukup banyak di sejumlah titik aliran sungai, mulai dari Kali Ciheuleut, Kali Cibuluh, hingga Kali Ciparigi,” ungkap Cucu.
Hingga kini, pembangunan TPT terus dilakukan secara bertahap, termasuk peninggian jembatan di beberapa titik. Langkah tersebut dinilai efektif dalam mengurangi dampak banjir dan menjaga akses warga agar tidak terputus saat debit air meningkat.
Pihak kelurahan mencatat, banjir lintasan di Cibuluh bisa merendam sekitar 300 rumah tangga saat puncak hujan, namun hanya berlangsung dua hingga tiga jam sebelum surut.
Wilayah paling terdampak berada di RW 4, RW 6, serta sebagian wilayah RW 3, RW 5, dan RW 8. Cucu Hanapi menuturkan, dana kelurahan yang tersedia untuk sarana dan prasarana hanya sekitar Rp100 juta hingga Rp150 juta per tahun.
Karena itu, penanganan banjir lebih banyak bergantung pada dukungan dinas teknis maupun melalui program aspirasi (pokir) DPRD.
Ia menjelaskan, Pemerintah Kota Bogor kini menerapkan sistem satu pintu dalam pengelolaan usulan pembangunan melalui aplikasi SIAP MANG yang dikembangkan oleh Bappeda.
Melalui sistem ini, seluruh usulan dari kelurahan dan kecamatan dihimpun secara digital dan menjadi dasar Musrenbang tahunan. Aplikasi tersebut juga memudahkan sinkronisasi antara pemerintah daerah dan DPRD.
Anggota dewan dapat mengakses langsung data usulan untuk menentukan program prioritas di daerah pemilihannya, sehingga koordinasi antara eksekutif dan legislatif semakin efisien dan transparan. Sebagai langkah kesiapsiagaan menghadapi musim hujan, kelurahan menyiagakan lima hingga sepuluh personel untuk tanggap cepat jika terjadi banjir. Warga juga diimbau untuk menyimpan dokumen penting di tempat aman serta membangun rumah dengan model panggung guna meminimalkan risiko kerusakan.