Iri Itu Fitrah, Bukan Dosa: Ustaz Hanan Attaki Ungkap Cara Mengubah Insecure Jadi Motivasi

Ustaz Hanan Attaki (UHA)
Sumber :
  • YouTube: Hanan Attaki

Bogor, VIVA Bogor – Ketika melihat teman seumuran sudah lebih sukses, bahagia, atau berprestasi, tak jarang muncul rasa sedih, iri, bahkan insecure.

Santri Bicara: Hormat Bukan Kultus, Disiplin Bukan Penindasan

Rasanya seperti gagal dalam perlombaan hidup. Namun, menurut pandangan Islam, perasaan seperti itu bukanlah tanda kurang iman atau kurang bersyukur.

Dalam video berjudul “Insecure Lihat Orang Lain Sukses? Coba Tonton Ini” di kanal YouTube Ustadz Hanan Attaki Official, Ustaz Hanan menjelaskan bahwa perasaan iri dan insecure adalah bagian dari fitrah manusia. Namun fitrah ini bisa menjadi ujian.

Rahasia Sehat dari Sunah Minum Nabi: Sedikit Demi Sedikit, Penuh Syukur

Jika disikapi dengan benar, ia bisa menjadi jalan motivasi. Sebaliknya, bila dibiarkan tanpa kendali, bisa berubah menjadi dengki yang menggerogoti hati.

“Keinginan memiliki apa yang orang lain miliki adalah ujian fitrah manusia. Tapi tergantung kita mau ubah jadi apa, iri dan dengki, atau jadi motivasi,” ujar Ustaz Hanan Attaki dalam video tersebut.

Mencari Tujuan Hidup? Mulailah dengan Pertanyaan “Untuk Apa Aku Diciptakan?”

Ia menegaskan, semua orang pernah merasakan hal itu, bahkan para ustaz dan ulama. Tidak ada yang kebal dari rasa ingin seperti orang lain.

Namun yang membedakan adalah bagaimana seseorang mengonversinya. Bila rasa iri hanya membuat kita membandingkan hidup tanpa berbuat apa-apa, maka energi akan habis di sana.

Tapi jika dijadikan bahan bakar untuk memperbaiki diri, justru bisa menjadi energi spiritual yang menumbuhkan.

“Kalau dengki, kita ingin orang lain jatuh,” lanjutnya. “Kalau iri, kita hanya membandingkan. Tapi kalau motivasi, kita fokus membangun kehidupan kita sendiri.”

Dalam psikologi modern, perasaan ini disebut sebagai social comparison, kecenderungan manusia untuk menilai dirinya berdasarkan keberhasilan orang lain.

Namun jika dilakukan terus-menerus tanpa keseimbangan, perbandingan ini dapat menyebabkan stres, rasa rendah diri, bahkan depresi ringan.

Karena itu, para psikolog menyarankan agar kita lebih banyak membandingkan diri dengan versi diri sendiri di masa lalu, bukan dengan orang lain yang punya jalan hidup berbeda.

Pandangan ini sejalan dengan nilai Islam yang menekankan rasa syukur dan kesadaran diri.

Fokuslah pada apa yang bisa dikembangkan, bukan pada apa yang belum dimiliki. Islam tidak menolak ambisi, tetapi mengarahkannya agar tetap berpijak pada keikhlasan dan ridha terhadap takdir.

Halaman Selanjutnya
img_title